Senin, 13 Oktober 2008

Pembangunan Populer

Gambaran Umum

Konsep pembangunan yang dijalankan oleh Masyarakat Dunia Ketiga sangat kompleks dan beragam. Banyaknya persoalan yang muncul meski pembangunan telah mengadopsi konsep dan metode baru yang telah mendesain untuk mengatasi kelemahan yang paling serius dari perkembangan kerangka berpikir. Banyak orang mencari cara untuk memajukan kekayaan tradisi perkembangan alternatif yang telah disusun beberapa tahun belakangan ini.
Perhatian penuh terhadap kontektualitas perkembangan pada berbagai macam skala, termasuk faktor yang mempengaruhi yang komples dan berubah-ubah menyangkut urusan yang bersifat obyektif dan subyektif.

Penolakan terhadap berbagai Teori Hebat dan Prasangka Eurosentrik

Perkembangan penelitian dan ilmu pengetahuan semula membawa harapan baik ternyata berakhir dengan kekecewaan. Kelemahan yang bersifat teoritis dan praktis telah mendorong pemikiran digagas kembali mengenai konsep pembangunan.
Grand teories yang mendominasi berasal dari pemikiran lama Keynesian dan dikembangkan paradigma neo liberal telah merumuskan model valid dasar dan resmi bersifat universal bertentangan dengan pengalaman dan potensi alternatif pembangunan di negara-negara berkembang. Kecenderungan terhadap pembuatan teori besar harus ditolak karena tidak sesuai dengan analisis perbedaan dan perubahan yang membuat perkembangan menjadi ebuah proses pokok multilinear terhadap pembatas dna kesempatan yang berbeda menurut kompleksitas saling mempengaruhi baik faktor obyektif san subyektif.
Teorisasi yang hebat dan pemusatan disiplin ilmu “disiplin-centrism” sering diasosiasikan dengan Eurosentrism. Nilai-nilai barat diuniversalkan dan dihubungkan dengan kemajuan, sementara itu nilai-nilai tradisional dunia ketiga (negara-negara berkembang) diperburuk dan diikat kedalam stagnasi/kebosanan dan ketertinggalan. Dalam prosesnya nilai-nilai tradisional dan adat kebiasaan seringkali meningkatan ketegangan, ketidaktentuan dan perasaan standar yang bertentangan dengan dunia barat dengan demikian usaha untuk menghadapi segala macam masalah, hendaklah dibutuhkan perubahan struktur sosial ekonomi. Strategi pembangunan yang tepat harus memberikan perhatian penuh terhadap sejarah peninggalan yang diciptakan oleh masyarakat negara-negara berkembang terhadap faktor sosial budaya dan faktor khusus dari masyarakat tersebut dan membuat perkembangan sepanjang garis klasik dunia barat yang sangat tidak dapat dipercaya.

Penghubung antara Teori dan Praktek

Didalam pembangunan mengakibatkan makin kuatnya jurang antara teori dan praktek. Banyak penelitian yang bersifat teoritis hanya sedikit digunakan oleh praktisi pembangunan di lapangan, sementara pembangunan yang bersifat praktis sering kekurangan petunjuk atau mengulangi kesalahan dalam mengandaskan suatu teori agar lebih kokoh seperti yang diinginkan. Sementara itu, ada sebuah kumpulan kekayaan ilmu pengetahuan praktis diperoleh dari pengalaman keseharian dan pelatihan yang kurang baik dalam memberi informasi teori kepustakaan. Salah satu sumber yang bernilai dari teori perkembangan harus menjadi pengalaman perkembangan itu sendiri, sebagaimana yang dirasa dan dipraktekkan oleh berbagai macam kelompok masyarakat. Oleh karena itu, teori pembangunan harus lebih fleksibel dan responsif terhadap kondisi yang berubah Banyak masalah dunia ketiga sekarang ini menunjukkan krisis teori pembangunan hanya karena tidak tersedianya ide dan alat yang tepat untuk memecahkannya.
Penelitian harusnya mampu menerjemahkan pemahaman lain mengenai dunia ini tanpa mempertimbangkan berbagai dugaan dan konsepsi yang ada. Bertentangan terhadap banyak penelitian pembangunan, hal ini harusnya tidak diterima bahwa satu faktor (khususnya ekonomi) bersifat dominan atau proses sosial menyesuaikan diri dengan beberapa jenis antisipasi logika universal. Kemudian menjadi terang bahwa teori pembangunan harus memperdalam pemahamanya akan apa yang seharusnya menjadi ciri manusia. Hampir sebagian besar masyarakat di negara-negara berkembang, dalam hal ‘profesionalisasi’ dari pelaksanaan pembangunan, diluar dari kerangka pemikiran Eurosentris, sehingga pengaturan akan pengetahuan ini oleh golongan atas berdasarkan perhatian mereka sendiri. Akibatnya, devaluasi sumber alternatif dari ilmu yang populer telah mencegah partisipasi masyarakat secara luas didalam pembuatan keputusan pembangunan.
Perubahan manusia kepada pengantar terhadap pembangunan mereka sendiri, yang mana harus menjadi titik lokal dari setiap strategi pembangunan demokratis yang lebih luas, telah diperlambat oleh teori eksklusionari dan penganut faham elit. Pada saat yang sama, para ahli teori dicegah untuk mengerti banyak hal mengenai dunia nyata dalam arti yang lebih umum, terhadap pembangunan yang secara pura-pura dipimpin, karena ‘ahli’ ini telah jauh dari realitas dunia itu sendiri. Karena pengetahuan diasosiasikan dengan pendidikan formal pelatihan dunia barat, konsep dan metode yang asli diabaikan dan diturunkan ke posisi subordinate secara keras. Penelitian pembangunan yang tidak menyesuaikan diri dengan teori dan metode yang diterima oleh dunia barat diabaikan, seperti halnya wawasan baru, pemahaman, dan solusi kreatif mengenai sumber lokal lainnya terhadap masalah pembangunan.

Realisme Baru Versus Dikotomi Lama

Bergerak melewati model pembangunan yang ketingalan zaman, yang mana telah hidup lebih lama dari sejarah fungsi mereka, membuat mereka cenderung terhadap rangkaian dikotomi yang salah sehingga menghasilkan pertentangan akan agenda pembangunan pasca perang. Sebagai contoh dari dikotomi ini adalah keadaan perencanaan versus pasar, orientasi pembangunan batin versus orientasi pembangunan lahir, industrialisasi perkotaan versus pertanian di pedesaan, sentralisasi dari atas ke bawah versus desentralisasi dari bawah keatas.
Dikotomi lama antara Keynesian dan neo liberalisme telah berlangsung sengit saling menyalahkan akibat kegagalan pasar dan intervensi pemerintah namun telah terjadi versus realisme baru seperti bukti terbaru dari Asia Timur (Asian NIC) dan beberapa wilayah di kawasan tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kekuatan pasar tepatguna tidak perlu menghalangi rencana pembangunan pemerintah. Keadaan campur tangan yang selektif dan secara hati-hati dan selaras dapat merubah pasar kearah pencapaian hasil pembangunan yang secara efisien memberikan pelayanan. Akan tetapi, persoalan utama sedang mencari solusi yang pantas dari keadaan pasar dan pemerintah, dan kemudian menemukan seperangkat pengaturan yang terorganisir dan bersifat institusional yang cocok dengan campuran ini. Baik pemerintah ataupun pasar bukanlah merupakan institusi netral, keduanya dapat bekerja untuk sesuatu yang baik, bahkan hal yang buruk sekalipun. Strategi pembangunan harus dipertimbangkan dibawah kondisi suatu negara dan pasar agar dapat bekerja untuk melayani pemba
Pertentangan sentralisasi dan desentralisasi dalam rencana pembangunan telah terjadi serius dan mengorbankan energi. apa tidak lebih baik memberlakukannya sebagai realisme baru dengan saling melengkapi. Kegagalan sentralisasi pada awal pasca perang dunia kedua telah mendorong usaha desentralisasi tahun 1960-1970an yang hasilnya juga gagal menghasilkan hasil yang diidamkan. Apa tidak lebih baik memberlakukannya sebagai realisme baru dengan saling melengkapi.

Pembangunan yang Seimbang dan Berkelanjutan

Meluasnya biaya sosial dan lingkungan dari pembangunan sekarang ini telah menyediakan perhatian untuk sebagian besar penelitian demi menopang pembangunan. Banyak penelitian menekankan tingginya ‘biaya kesempatan’ dihubungkan dengan kerusakan lingkungan yang tak dapat diubah dengan menyita pilihan pembangunan kedepan.
Telah ditegaskan bahwa pembangunan tidak dapat diukur dengan indikator GNP yang hanya berfokus pada pertumbuhan perekonomian. Malahan, perhatian harus diarahkan kepada persoalan mengenai hukum redistribusi dan etika egalitarian, pengembangan sumber daya manusia, perlindungan terhadap lingkungan hidup dan spesis yang masih bertahan, dan perbedaan kepentingan dan hasrat dari kelompok yang terabaikan. Strategi yang dapat membangkitkan pertumbuhan yang tinggi tetapi juga dapat menghasilkan pemindahan hak milik orang lain yang meluas dan perbedaan penyaluran harus dihindari. Demikian juga, strategi yang berorientasi kearah pertumbuhan yang menghasilkan mutu yang tak diharapkan dari gangguan lingkungan harus ditinggalkan untuk mendapatkan pendekatan alternatf yang mengarah kepada perlunya memelihara lingkungan ekosistem dan pemeliharaan flora dan fauna.
Beberapa tahun belakangan ini, keuntungan ide-ide dan praktek yang bersifat baru dalam pembangunan yang berkelanjutan sangat terbantu dengan adanya pergerakan lingkungan hidup masyarakat di beberapa negara di Kawasan negara berkembang. Banyak dari kelompok ini mengambil rancangan alternatif pembangunan yang menghubungkan masalah lingkungan hidup dengan persoalan persediaan kebutuhan pokok, persamaan keadilan dan keadilan masyarakat, kepercayaan lokal terhadap diri sendiri, dan kekuatan populer. Sepanjang di negara-negara Kawasan Selatan, tuntutan yang dibuat oleh pergerakan lingkungan lokal menunjukkan sebuah benturan kesamaan: hak terhadap keamanan kebutuhan pokok; hak terhadap pemilikan tanah dan sumber penghasilan, hak untuk menentukan nasib sendiri, dan hak untuk mewakili diri sendiri melalui lembaga mereka sendiri. Banyak pekerja pembangunan telah lama menyadari bahwa pengaturan sumber penghasilan yang berhasil tidak dapat dicapai tanpa kehendak baik dan kerjasama masyarakat lokal yang dapat berjalan. Dengan mengenal dan mempertemukan perubahan kebutuhan sosial dengan sumber penghasilan lokal, tentunya membutuhkan partisipasi yang efektif dari organisasi masyarakat pedesaan.
Pada akhirnya, krisis lingkungan di Kawasan Selatan juga merupakan krisis partisipasi politik dan kepercayaan. Bagaimanapun, saat persoalan lingkungan hidup dapat menawarkan kesempatan untuk memperluas partisipasi lokal dan membangun penggabungan masyarakat pedesaan, pergerakan populer juga harus menemukan cara untuk ‘meningkatkan’ usaha mereka untuk melawan pengrusakan strategi pembangunan yang mengacuh kepada ekologi dan masyarakat. Jika tidak, tuntutan akan hak demokratis dan pemindahan sumber penghasilan terhadap masyarakat lokal akan berlanjut dihalangi oleh minat yang kuat yang menguntungkan paling banyak dari strategi pembangunan top-down.

Pelaksanan Pembangunan secara Lokal

Perlunya memikirkan teori dan metode yang lebih tepat terhadap kekhususan masyarakat di Kawasan negara berkembang telah berfokus kepada peningkatan perhatian terhadap konsep dan praktek pembangunan yang bersifat lokal. Pemikiran pelaksanaan pembangunan secara lokal telah menjadi unsur utama dari percobaan untuk menciptakan pendekatan yang lebih luas dan cocok. Proses pembangunan yang bersifat lokal ini termasuk diantaranya penciptaan lembaga pemantau dan praktek untuk menaikkan kinerja pembangunan yang kritis dan independen. Secara tidak langsung dinyatakan bahwa emansipasi intelektual dan penaksiranlah yang mendasari paradigma pembangunan Dunia Barat. Hal ini menganggap bahwa bentuk yang baru dari pembangunan yang berdasar atas pengetahuan dan keperluan masyarakat negara-negara berkembang itu sendiri daripada ‘keahlian’ orang-orang luar lebih pantas diterapkan. Hal ini menolak usaha untuk membentuk kembali masyarakat lain menurut model etnosentris ‘universal’ dan standar yang telah ditetapkan.
Belajar mengenai kelompok sosial dan budaya lain, mengambil sebuah perhatian dalam pengetahuan lokal dan praktek kebudayaan sebagai dasar untuk melukiskan kembali pendekatan pembangunan, mengadopsi sebuah sikap mental yang lebih kritis dengan menghormati teori dan metode yang telah ditetapkan, dan memajukan partisipasi organisasi populer yang berasal dari kelompok lokal di semua tahap inisiatip pembangunan.
Konsep lokal dan metode berdasarkan pengalaman pembangunan dan tradisi intelektual mereka sendiri. Banyak dari pendekatan alternatif ini mencari bantuan partisipasi dan wewenang dengan menciptakan perasaan berharga diantara masyarakat negara-negara berkembang melewati penemuan kembali dan pengkajian ulang sejarah lokal dan tradisi budaya. Sebelum orang-orang dapat menentukan masa depan mereka sendiri, mereka terlebih dahulu harus melihat kembali kebelakang, mana yang paling sering hilang atau terbuang oleh gangguan dari model pembangunan asing. Meningkatnya penggunaan pengetahuan lokal dapat membuat program pembangunan lebih pantas, penyediaan solusi inovatif untuk masalah tertentu, menyumbangkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri dan rasa harga diri dan mempertinggi partisipasi populer dan kekuatan. Untuk mengambil keuntungan dari kemungkinan ini, program pembangunan harusnya dimulai dengan dasar pikiran bahwa masyarakat lokal berpengetahuan dan memiliki keahlian yang dapat mengatur lingkungan mereka sendiri meskipun paksaan kerap mereka sering harus hadapi. Apabila disediakan dengan sumber penghasilan yang cukup, pengetahuan dan keahlian mereka menempatkan pada posisi yang ideal untuk memikirkan solusi yang tepat secara lokal terhadap masalah pembangunan mereka sendiri.





Ruang dan Tempat dalam Pembangunan

Rancangan pembangunan yang telah membongkar tegangan utama antara teori pembangunan sekarang ini dengan anggapan dari masyarakat bagian Utara, dan realitas pembangunan masyarakat di bagian Selatan. Seperti di banyak bidang lain, ada sebuah benturan kecenderungan dalam perencanaan yang bersifat kedaerahan untuk memberi penghormatan terhadap teori yang berpengaruh sebelumnya daripada menggagas kerangka baru yang lebih tepat. Realitas masyarakat di bagian Selatan secara berkelanjutan dicocokkan terhadap teori daripada melakukan pengujian yang belakangan atas yang sebelumnya. Akibatnya, kebijakan ruang dan tempat sering menggunakan pemikiran dan pelaksanaan yang dipinjam dari Utara yang sering tidak sesuai dengan kondisi masyarakat di Bagian Selatan.
Pelaksanaan perencanaan harusnya memfasilitasi proses pembelajaran dua cara, dengan kata lain, penyebarluasan informasi dan teknik, mengijinkan pemikiran lokal, perspektif, dan metode untuk menginformasikan pembuatan keputusan dan prosedur pelaksanaan.
Usaha untuk memperluas partisipasi lokal menegaskan fakta bahwa perencanaan regional/spasial, seperti semua aspek pembangunan, dengan tak terpisahkan bersifat politis. Ruang, dalam pengertian yang nyata adalah secara politis mengadakan perlombaan pembentukan daerah kekuasaan. Perencanaan tidak dapat menjadi efektif apabila mencoba menyembunyikan masalah spasial dari perasaan territorial dari hubungan kekuasaan. Pembicaraan dan perdebatan atas strategi spasial harusnya dibarengi oleh sebuah analisa tentang konteks politik yang lebih luas dimana strategi ini berlangsung. Ini berarti melebihi konsep perencanaan spasial sebagai sebuah teknik semata-mata, sebagai sebuah proses politik.

Persoalan-Persoalan Mengenai Kemampuan

Prakarsa pembangunan yang mutakhir maupun alternatif tidak memberikan perhatian yang banyak terhadap masalah perekonomian, politik dan susunan sosial kebudayaan. Hanya sedikit perhatian diberikan kepada organisasi dan institusi lokal, yang mana seringkali menjadi tidak demokratis dan meniadakan kelompok-kelompok tertentu berdasarkan kelas, gender, suku, dan patokan lain. Sebagai hasil, banyak usaha pembangunan, termasuk bagian yang besar dari rancangan bottom-up pura-pura didisain untuk mempertinggi partisipasi lokal, telah menjadi begitu terpisah dari yang lain dalam prakteknya. Sayang sekali, prakarsa pembangunan ini telah mengabaikan fakta bahwa rancangan yang memberi manfaat dapat dimonopoli oleh kelompok elit atau kalangan pegawai negeri dan pimpinan proyek, sehingga dapat menjadi sekutu dengan kelompok yang menentang perhatian kalangan masayarakat miskin dan yang kurang beruntung.
Kecenderungan di sebagian besar rancangan pembangunan adalah untuk melihat komunitas dalam keadaaan homogen, dengan cara memberi batasan berbagai kemungkinan terhadap perbedaan kebutuhan dan perhatian pada berbagai kelas, gender, suku dan batasan lainnya. Sumber yang tepat dari ketidaksamaan dan diskriminasi diabaikan, dan dianggap bahwa rancangan yang diatur secara lokal yang luas akan berkuasa. Persoalan mengenai bagaimana organisasi dan komunitas lokal dihubungkan terhadap susunan politik dan sosial kebudayaan diabaikan. Seringkali, rancangan mendapat ganngguan dari sindrom ‘peluru sihir’, dimana cukup sederhana, solusi yang rapi (biasanya diatur oleh para ahli/teknokrat) terhadap masalah pembangunan dilihat gagal terhadap tanggungan untuk kompleksitas susunan masyarakat lokal. Akantetapi, masyarakat miskin umumnya menghadapi rintangan yang besar terhadap perbaikan masyarakat mereka dan perbaikan taraf perekonomian (contohnya: hubungan kekuasaan yang tersudutkan, distribusi pendapatan yang tidak seimbang). Lagipula, kemajuan kelompok marginal dapat dihalangi oleh halangan tertentu (berdasarkan susunan gender, suku, agama dan bahasa). Selama rintangan ini tak diabaikan, rancangan pembangunan mempunayi sedikit kesempatan untuk menemukan apa sebenarnya kebutuhan dan perhatian pokok dari kelompok masyarakat miskin dan marginal.
Diantara kelompok marginal dari masyarakat negara-negara berkembang ini, kelompok wanita miskin telah diabaikan oleh usaha-usaha pembangunan – tidak hanya program yang bersifat makroekonomi seperti penyesuaian struktur, tetapi juga oleh rancangan pembangunan lokal yang lebih spesifik. Dengan sikap acuh tak acuh terhadap pengaruh perbedaan gender dalam pembuatan kebijakan, para pembuat kebijakan sering jahat terhadap masalah yang hebat yang dialami oleh kelompok wanita miskin. Karena hampir semua kelompok perempuan berada pada tingkat yang dirugikan dalam hubungannya dengan pria (dalam hal pendapatan, modal, pendidikan dan pengaruh politik), kebijakan ‘kesetaraan-gender’ lebih lanjut sering memarjinalkan perempuan dengan memperlemah posisi mereka khususnya dalam kelompok sosial dan sektor perekonomian. Karena hampir kebijakan kesetaraan-gender memasukkan dan menguntungkan pria.

Pembangunan yang Kuat dan Berorientasi kepada Rakyat

Kegagalan pembangunan jaman sekarang untuk mencapai kepentingan yang populer menegaskan perlunya untuk menemukan pendekatan yang beorientasi kepada kemanusiaan yang mana lebih berfokus terhadap kemampuan akan partisipasi. Pengalaman menunjukkan bahwa masalah seperti ketertinggalan pembangunan, ketidaksamarataan, dan kemiskinan tidak dapat memecahkan strategi top-down seperti paham yang diacungkan oleh neoliberalisme dan keynesianisme, tetapi membutuhkan perubahan dari pendekatan alternatif berdasarkan atas kemampuan populer. Dari pandangan ini, prakarsa pembangunan dapat menjadi lebih efektif apabila mereka berpindah dari sebuah fokus dan sasaran yang telah ditetapkan secara ekstenal, kearah yang lebih fleksibel, ‘memungkinkan’ orientasi didisain untuk meningkatkan intelektual, moral, manajerial, dan kemampuan teknis dari masyarakat lokal. Kemampuan menjadi sebuah proses yang beraneka ragam, termasuk kelompok sumber penghasilan untuk mencapai kekuatan yang kolektif untuk menentang susunan penganut kaum elit. Hal ini memerlukan kemampuan bagi masyarakat lokal atas kemampuan manual dan teknis mereka; administratif, manajerial, dan kapasitas perencanaan; dan kemampuan analitis dan reflektif. Dengan memasukkan semua unsur ini, proses pemberian wewenang dapat menyumbangkan bentuk baru dari pembangunan yang mana pemenuhan atas kesanggupan kemanusiaan dan kemampuan lebih khusus bersifat penting.
Peningkatan partisipatori pergerakan dan organisasi sekarang ini telah dihubungkan dengan banyak negara terhadap kemunculan subjektivitas yang baru. Bahkan jika alasan mereka mungkin secara meluas mengenai ekonomi, sebagian besar anggota dari pergerakan populer tidak memahami perjuangan mereka yang semata-mata berdasarkan ekonomi dan kelas. Secara teori dan praktis, hasil telah menjadi sebuah perpecahan dalam ruang politik yang bersatu pada kelompok lain yang mana sebelumnya diwarnai oleh sebuah hak pokok – yaitu kelas pekerja. Kesatuan ini telah dipecahkan untuk membuat ruang untuk pluralitas dari sekelompok pelaku yang membuat sektor yang populer. Konsepsi orang-oramg desa yang baru telah dikembangkan dimana melihat masyarakat sebagai sebuah entitas yang berbeda dan multidimensi yang diproduksi melalui konstruksi identitas yang kolektif oleh pelaku sosial yang berbeda menurut pandangan dan minat yang beranekaragam.
Mereka telah menghasilkan sebuah gaya baru yang plural, bottom-up, tidak mengikat satu aktivitas partai politik yang dengan lambat merevitalisasi sayap kiri dibanyak negara dengan melakukan perubahan yang paling alami dengan mengangkat praktek politik yang berkembang.
Munculnya subjektivitas populer yang baru seringkali dimajukan oleh pendidikan populer dan usaha ‘pencerdasan’. Ini telah menjadi penting khususnya dalam menanamkan kepercayaan diri dan membangkitkan semangat ungkapan diri diantara kelompok marginal – tanpa adanya mobilisasi sumberdaya manusia, pembuatan keputusan partisipatori, dan kemampuan sejati hal ini tidak mungkin dicapai. Proses pencerdasan dapat dimengerti sebagai proses transformasi kognitif dan evaluatif, khususnya bagi kelompok yang tertinggal dan termarjinalkan, yang mana mencari cara untuk menciptakan manusia yang lebih baik yang mampu membuat perubahan, pilihan yang bertanggung jawab dan mempunyai pendirian dan kekuatan dari dalam untuk bertindak dengan tegas dan dengan jelas atas diri mereka sendiri.

Keadaan Politik dan Negara yang Baru

Dalam menciptakan kestabilan sosial, demokratisasi yang merupakan sasaran pembangunan yang serius, sehingga cukup jelas bahwa pendekatan alternatif harus ditemukan untuk SAP neoliberal dan strategi top-down lainnya.
Masyarakat sosial yang kuat dapat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan pada tingkat lokal, regional dan tingkat nasional, yang memungkinkan sebuah konsensus atau ‘kontrak sosial’ untuk dibangun atas bagaimana pembangunan diproses. Ini berarti penguatan organisasi populer dan hubungan kelompok lainnya, sehingga mereka dapat memainkan sebuah bagian yang aktif dan bertanggung jawab didalam proses pembuatan keputusan. Sosial kontrak yang secara luas diakui dan dihormati tidak dapat dicapai, khususnya dalam meningkatkan sadar politik masyarakat di negara-negara berkembang, jika kelompok sosial yang penting tidak mampu menggunakan pengaruh yang tegas terhadap pemerintah mereka untuk memastikan perhatian mereka diambil dan dirumuskan kedalam sistem politik. Ini selanjutnya SAP atau program pembangunan lainnya perlu memasukkan pilihan yang sulit atas bagaimana biaya atau manfaat pembangunan didistribusikan, serta strategi pembangunan apa saja yang harus dengan jelas didasarkan pada tingkat yang adil dari konsensus sosial jika dengan berhasil berlanjut tanpa mengambil jalan kearah yang bersifat otoriter.
Rancangan pembangunan lokal telah berfokus terhadap masalah yang asing dari kelangsungan hidup, mengabaikan persoalan mendasar mengenai sistem yang menciptakan kemiskinan dan ketidakseimbangan dalam tempat yang pertama. Jawaban masyarakat lokal terhadap masalah spesifik, kedalam bidang makro dari penciptaan organisasi nasional yang populer yang bersifat efektif dengan cakap memasang jawaban yang bersatu untuk menekan persoalan pembangunan. Sebagai hasilnya, mereka mendapat resiko dalam menciptakan masyarakat yang tersusun dari masyarakat yang buta politik yang tak berhubungan.
Untuk menghindari masalah demikian, pergerakan populer lokal perlu ‘scale up’ operasi mereka dengan membangun jaringan mikro-makro yang dapat mempengaruhi kerangka kebijakan pembangunan secara keseluruhan. Partisipasi dan kemampuan yang sungguh-sungguh dalam pembuatan keputusan pembangunan tidak dapat tetap tergantung hanya kepada tekanan kelompok lokal atau rancangan pembiayaan NGO. Malahan, susunan demokrasi populer perlu diciptakan agar dapat mewujudkan keputusan dari bawah kedalam perubahan yang diinginkan dalam kebijakan makro. Rancangan kebijakan pembangunan untuk menyajikan kebutuhan dan perhatian mayoritas masyarakat mengharuskan pemindahan rintangan kearah partisipasi populer yang melekat didalam metode top-down dari perumusan kebijakan yang ada. Tetapi hanya meningkatkan arus komunikasi dan informasi melalui desentralisasi administratif yang tidak cukup; juga perlu menjadi komitmen politik untuk memastikan bahwa proses ini berlangsung, dan ini hanya bisa dipastikan melalui kewaspadaan yang tetap dari kelompok masyarakat desa yang teratur secara politis.
Pergerakan populer sering melihat negara sebagai sebuah musuh, didominasi oleh kelompok elit yang bersekutu melawan kepentingan mayoritas. Apabila diatur dengan baik, kerjasama yang meningkat antara NGO dengan organisasi populer dapat membuat pelayanan masyarakat lebih tepat guna dan tidak memakan banyak biaya, tanpa perlu kerja keras dari pemerintah untuk mendorong tanggung jawab untuk kehidupan yang lebih baik dari masyarakat miskin kedalam ekonomi yang tak resmi. Kelompok lokal seringkali mampu untuk menjawab dengan baik terhadap perubahan keadaan daripada institusi pemerintah. Dalam banyak hal, kekuatan negara dapat menggunakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi yang dikembangkan pada tingkat lokal oleh pihak NGO dan kelompok lainnya. Dengan semua keuntungan yang diberikan ini, pemerintah mungkin ingin memperlakukan rancangan pembangunan bottom-up sebagai sebuah jenis ‘industri amatir’ yang jika dipelihara oleh dukungan pemerintah, maka dapat menghasilkan pertumbuhan yang lebih pantas oleh perangkat yang secara relatif murah.

Institusi Internasional dan Kerjasama Internasional

Perlunya memperluas prakarsa pembangunan populer menyatakan secara tidak langsung unutk membentuk perhatian tidak hanya terhadap struktur politik nasional, tetapi juga terhadap forum dan institusi internasional. Ini melibatkan penciptaan metode baru untuk organisasi populer dan menghubungkan berbagai macam kelompok kearah pertukaran informasi dan menyediakan dukungan bersama. Ini juga memerlukan bentuk kerjasama internasional yang baru dan segar melalui perbaikan/restrukturisasi institusi internasional dan penciptaan perimbangan yang baru dan populer. Akan ada banyak kekuatan untuk meningkatkan kerjasama internasional, termasuk hubungan negara-negara di Kawasan Utara-Selatan, Selatan-Selatan dan hubungan antar wilayah.
Selain itu, pengaruh interaksi antara negara yang lebih banyak berkembang dan kurang berkembang dapat menjadi positif bahkan negatif, dan umumnya dibedakan secara sosial berdasarkan kelas, gender, dan faktor lainnya. Keadaan geografis dan sejarah yang berbeda dihadapi oleh banyak negara berkembang, oleh karena itu strategi partsipasi selektif internasional harus menitikberatkan fleksibilitas.
Strategi pembangunan perlu menjauhkan diri dari universalisme demi mencapai pemikiran dan metode yang fleksibel yang dapat menyapa kekhususan dalam struktur sosial yang mempengaruhi dampak perdagangan dan hubungan internasional lain terhadap kelompok masyarakat. Perbedaan demikian tidak dapat ditanggung oleh satu rekonstruksi saja dari agenda pembangunan; malahan, rekonstruksi ‘polisentris’ dibutuhkan, berdasarkan kondisi objektif yang bervariasi dan perhatian subjektif terhadap masyarakat yang berbeda.
Sebagai tambahan dalam menyelidiki kemungkinan untuk memperluas dan mentransformasikan perdagangan dengan masyarakat di Kawasan Utara, diversifikasi perekonomian juga harus ditantang dengan mencari cara baru untuk merangsang hubungan perdagangan di Kawasan Selatan-Selatan. Dalam banyak kasus, sasaran ini dapat dimajukan dengan memperkuat posisi perdagangan regional dan pasar bersama yang mana sering kali hanya muncul ‘diatas kertas’ atau dalam bentuk yang cukup terbatas. Untuk menemukan metode dalam memfasilitasi perdagangan yang lebih luas di Kawasan Selatan, cukup membuka kemungkinan perluasan pasar dengan cepat untuk perusahaan yang sebelumnya telah dibatasi terhadap pasar domestik yang kecil secara relatif. Selain itu, kerjasama ekonomi regional yang dipertinggi harus dibolehkan untuk pertukaran produk yang bermanfaat satu sama lain.
Kerjasama yang saling menguntungkan dapat diimpikan pada tingkatan yang berbeda, meliputi subregional dan kelompok regional bahkan seluruh Negara di kawasan Selatan. Pada waktu yang sama, mekanisme yang baru untuk kerjasama dan saling ketergantungan harus diciptakan. Ini harus melingkupi jaringan informasi internasional, yang ditujukan pada organsasi populer dan kelompok yang berhubungan, untuk membantu penyebaran ilmu pengetahuan dan sumber berita teknis. Jaringan demikian dapat diiringi dengan lembaga pembangunan dan pusat pembelajaran yang independen, mungkin dibawah pengawasan PBB atau beberapa organisasi lain yang sepadan, untuk memajukan dialog yang lebih bermakna antara negara-negara di Kawasan Utara-Selatan dan Selatan-Selatan. Penekanan harus ditempatkan untuk mempertinggi kemampuan yang bersifat lokal dari lembaga pembangunan populer dan pusat pembelajaran di Kawasan Selatan itu sendiri. Ini akan berjalan kearah penanggulangan pelemahan ketergantungan Kawasan Selatan atas kerangka pembangunan di Kawasan Utara dan akan menolong untuk memasang perasaan kepercayaan diri diantara masyarakat negara-negara berkembang untuk menggunakan pengetahuan lokal mereka dalam menegaskan jalan yang terang bagi pembangunan agar sesuai dengan kebutuhan dan perhatian mereka.
Harus ditekankan bahwa tidak instan pembangunan populer tiba-tiba muncul diamana-mana dalam beberapa bentuk yang jadi. Lingkungan sulit yang diberikan dihadapi oleh sektor populer di Kawasan Selatan, seperti pengharapan yang idealistik.
Para penganut faham elit mencoba untuk menjatuhkan kondisi khusus dari pembangunan masyarakat lokal. Pembangunan populer harus dilihat sebagai proses yang hanya dapat terjadi melalui perjuangan politis yang panjang pada tingkat yang berbeda. Walaupun kemajuan telah dibuat pada wilayah ini, khususnya melalui usaha pergerakan populer dalam skala yang lebih luas di hampir semua Negara, perjuangan ini baru saja dimulai.

Tidak ada komentar: