Selasa, 07 Oktober 2008

Badan Pertananahan Nasional RI sebagai Lembaga Pengelola Pertanahan untuk Sebesar-Besarnya Kemakmuran Rakyat

I. Pendahuluan

Pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memakmurkan rakyatnya. Tujuan tersebut terdokumentasi pada pembukaan UUD 1945. Sejurus dengan hal tersebut bentuk negara yang disepakati oleh para bapak pendiri bangsa adalah berbentuk Republik, kembali menegaskan bahwa titik perhatian pemerintah adalah rakyat. Definisi rakyat disini adalah mayoritas penduduk yang baru saja terlepas dari penjajahan Belanda. Rakyat itulah kaum tani, merekalah yang jumlahnya mayoritas, dimana corak perekonomian sebagai negara agraris. Mayoritas penduduk tinggal di pedesan, aktif melakukan pengelolaan tanah untuk kebutuhan keluarganya dan mewarnai perekonomian nasional. Selama masa kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan berlangsung revolusi phisik I dan II, golongan tersebut yang banyak menyumbangkan tenaga sebagai pasukan sukarelawan, laskar rakyat, membantu perang gerilya, menyediakan dukungan logistik, lokasi persembunyian saat terdesak Belanda dan dukungan moral.
Permasalahan pertanahan yang ditinggalkan oleh penjajah tidak mencerminkan rasa keadilan rakyat. Penjajah merampas tanah-tanah rakyat dan menerapkan hukum sesuai kepentingan pemerintahan jajahan. Kaum tani yang hidup di desa yang paling menderita selama penjajahan, sehingga dukungan mereka seperti yang dijelaskan di atas lebih besar selama Republik hamil tua ketibang masyarakat perkotaan sebagai masyarakat kelas yang terbela oleh penjajah. Bahkan di Yogjakarta, rakyat lebih memilih Belanda kembali berkuasa dengan harapan mereka kembali bekerja setelah PHK massal saat pendudukan Jepang. Dalam rangka mengisi kemerdekaan, pemerintah berusaha memakmurkan rakyat. BPN RI sebagai satu-satunya lembaga resmi pemerintah menjalankan amanat mulia tersebut melalui pengelolaan pertanahan.
Jatuh bangunnya pemerintahan secara signifikan mempengaruhi cara kerja, ideologi, dan kebijakan dalam mengelola pertanahan. Pada masa pemerintahan Presiden Sukarno, pengelolaan pertanahan bersifat populistik. Melaksanakan land reform dengan mencabut hak barat, menertibkan tanah kelebihan maksimum, tanah absentee yang umumnya milik tuan tanah, orang-orang asing dan petani penghisap untuk didistribusikan kepada buruh tani, petani miskin dan petani marhaen. Pemerintahan ini secara tegas mencabut hukum barat, agraris wet yang merugikan dan menghisap kaum tani dengan diterbitkannya UU nomor 5 tahun 1960 sebagai pengganti hukum yang lebih berpihak kepada rakyat demi terwujudnya kemakmuran. Jatuhnya pemerintahan Sukarno yang pro kepada rakyat kecil digantikan pemerintahan orde baru yang menjerat posisi rakyat kecil karena lebih berpihak kepada pemodal. Agenda land reform yang bersahabat dengan rakyat tani kecil menjadi agenda terlarang yang dibumbui aroma komunisme. UUPA masuk peti es sampai rejim Orde Baru ditumbangkan rakyat. Pada masa pemerintahan ini terjadi ketimpangan penguasaan, pemilikan dan penggunaan tanah (P4T) yang ditandai maraknya konflik pertanahan yang merugikan rakyat sampai terjadi pelanggaran HAM, sehingga rakyat tani seperti kembali ke alam penjajahan tetapi yang dihadapi adalah bangsa sendiri. Pemerintahan reformasi yang lahir dari Revolusi Mei 1998, melahirkan TAP MPR No. IX tentang Reforma Agraria dan Pengelolaan SDA. Land reform kembali mendapatkan dukungan politik untuk memperbaiki nasib rakyat. Agenda pembangunan yang menempatkan Reforma Agraria sebagai Land reform plus sebagai solusi untuk menjawab keterpurukan yang dijalankan oleh rejim ORBA agar rakyat kembali memilik harkat dan martabat sekaligus meningkatkan kemakmurannya.

II. Potensi

Pemerintah cq BPN RI ditugaskan melaksanakan amanat mulia untuk mengelola pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat memiliki beberapa potensi. Pembukaan UUD 1945 yang memuat tujuan negara untuk memakmurkan rakyat. Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria yang biasa disebut UUPA. Secara tegas menunjuk BPN RI sebagai pemangku amanat mulia tersebut, hal tersebut menjadi potensi karena tidak semua instansi negara menerima amanat secara jelas dari sisi konstitusional sampai level operasional untuk mengelola sumber daya agraria tidak sebatas tanah semata. Di saat yang sama UU tentang kehutanan, UU tentang pertambangan hanya sebatas sektoral dan potensi strategis untuk mengkoordinasikan antar sektor agraria.
Peran BPN RI menjadi sangat strategis karena tanah (wilayah) adalah salah satu unsur pembentuk negara. Dimana jumlah tanah semakin berkurang karena kerusakan tanah akibat ulah manusia seperti tanah longsor, lumpur lapindo yang menghapus beberapa kecamatan dari peta kabupaten Sidoarjo dan bencana alam sedangkan jumlah penduduk semakin besar akibat ledakan pertumbuhan penduduk. Kondisi ini membuat tanah semakin memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena sifat kelangkaannya.
BPN RI memiliki jaringan yang mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Organisasi besar yang bersifat vertikal, yang menjamin roda organisasi bekerja menjangkau seluruh wilayah Indonesia dimana saat otonomi daerah, banyak instansi pemerintah yang didesentaralisasikan. BPN RI memiliki potensi yang harus dimaksimalkan karena pemerintah menjamin keberlangsungan organisasi BPN RI tetap vertikal sesuai Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Kelembagaan Badan Pertanahan Nasional, disaat yang sama pemerintah daerah berusaha menarik kewenangan pada BPN RI untuk menjadi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sebagai organisasi besar maka sumber daya yang dimilikinya juga cukup besar, yaitu :
· Sumber daya manusia sebesar 23.000 yang tersebar di seluruh wilayah RI sampai tingkat kabupaten/kota.
· Memiliki infrastruktur kantor yang tersebar di seluruh wilayah RI sampai tingkat kabupaten/kota.
· Memiliki kemampuan teknis pertanahan, penataan, konsolidasi lahan, pemetaan, pengukuran dan pensertipikatan.
· Memiliki data tanah yang menjadi rujukan secara hukum (yuridis).


III. Permasalahan

Peran BPN RI yang sangat strategis tersebut sulit untuk menjalankan amanat konstitusi untuk memakmurkan rakyat karena :
· Politik agraria pemerintah yang berkuasa harus tergantung selera penguasa.
· Mentalitas PNS BPN RI yang belum menerapkan pelayanan prima terutama di kantor kabupaten/kota yang melayani masyarakat karena imbalan, belum sampai level pengabdian yang mencerminkan nilai/norma yang tidak sesuai pekerja republik.
· Ketidaksejajaran lembaga BPN di daerah oleh Pemda dalam rangka otonomi daerah karena perbedaan eselon
· Semangat korupsi masih tinggi dan dedikasi bekerja yang masih rendah.
· Ketimpangan P4T yang sangat besar karena selama 32 tahun tidak ditertibkan.
· Data pertanahan yang sering tumpang tindih, dengan adanya sertipikat ganda.
· Belum semua bidang tanah telah didaftar, baru sekitar 30 % dari seluruh wilayah RI.






IV. Kebutuhan dan Cara Pencapainya

BPN RI yang sangat membutuhkan beberapa hal di bawah ini untuk menjalankan amanat konstitusi untuk memakmurkan rakyat sebagai berikut :
· Politik agraria pemerintah yang berkuasa harus konsisten dengan amanat konstitusi, jangan sampai pemerintah kudeta kepada negara karena melanggar konstitusi sehingga fokus tetap kepada kaum tani miskin untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakya.
· Nilai/norma baru yang terbentuk dari perubahan paradigma PNS BPN RI sebagai pegawai republik harus melayani rakyat bukan pegawai kerajaan yang melayani raja dan melupakan rakyat. Sehingga muncul semangat pengabdian karena semua kebutuhan sudah ditanggung rakyat, konsentrasi bekerja akan meningkat jika didiringi pendapatan yang memadai.
· Kesejajaran lembaga BPN di daerah oleh Pemda dalam rangka otonomi daerah. Perlunya dari segi organisasi kepala kantor BPN Kabupaten/kota diberi eselon II agar sejajar dengan kepala dinas, begitu juga dilevel provinsi agar diberikan eselon I agar sejajar dengan kadis provinsi.
· Pemberantasan korupsi secara konsisten, dengan pengawasan ketat dan penegakan hukum tanpa pandang bulu karena sudah ditingkatkan kesejahteraannya
· Menghilangkan ketimpangan P4T yang sangat besar dengan melakukan penataan pertanahan sesuai aturan UU. Aparatur BPN RI tidak boleh lagi bermain dengan adanya imbalan dari para pelanggar P4T karena rakyat sudah menanggung kehidupan para PNS BPN RI lewat APBN
· Memperbaiki, mengupdate dan memvalidasi data pertanahan yang sering tumpang tindih dan menghilangkan sertipikat ganda.
· Mendaftar semua bidang tanah seluruh wilayah RI dengan mengerahkan semua sumber daya

1 komentar:

ASP mengatakan...

oke itu mas naek. Bukankah BPN sudah departemen teknis?

BPN semestinya, bukan kepanjangan tangan 2P (pengusaha dan penguasa.

Pertanyaanya: BPN dan jajarannya sudah siap secara internal?, tak perlu nung sejajar dulu dengan eselon, atau apa namanya dengan jabatan.

kalau masih mental seperti itu, anda termasuk yang gagal juga.

Coba lihat saat ini, demo demo yang mempersoalkan pembebasan lahan?

Mudah-mudahan kedepan BPN jangan hanya juru ukur dan simpan dokumennya. maju terus BPN.. Trims blognya. http://publicvaluerconsultant.blogspot.com/